Gunung Muria, Antara Wisata Religi, Kopi dan Batik
Gunung Muria, Antara Wisata Religi, Kopi dan Batik
Oleh : Sri Subekti Astadi
Kemarin kami
mendapat SMS dari paklik yang merawat dan menggarap ladang peninggalan bapak yang berada di lereng Gunung
Muria, kalau padi sudah dipanen dan di jemur. Jadi kami tinggal membawanya ke
tempat penggilangan padi. Maka esoknya pagi-pagi kami naik ke Gunung Muria atau lebih tepatnya
ke desa Colo Muria Kudus.
Hari sudah menunjuk pukul 8 pagi, hawa sejuk masih
menyelimuti walaupun mentari sudah bersinar penuh. Kami segera menuju
ladang dan bertemu dengan Paklik Kosim
disana. Benar juga gabah sudah disiapkan dan tinggal angkut.
Sebelum menuju ke ladang kami melewati terminal bis, deret
bis
rombongan wisata religi ke makan Sunan Muria, biasanya menjadi satu
paket perjalan wisata religi Walisongo lainnya. Apalagi saat-saat menjelang
bulan Ramandhan penjiarah membanjiri
lereng gunung. Berderet kios penjaja makanan,
hasil bumi dan tukang ojek memenuhi bahu
jalan, yang dulu waktu saya masih kecil bersih dan sepi.
Oleh-oleh khas Muria yang merupakan hasil bumi masyarakat
desa Colo seperti : Pisang Byar, Jeruk Bali atau jeruk Pamelo , Siyem ( labu siam), Parijoto,
Jangklong, Entik, ganyong dan tak lupa
ada kopi Muria. Semua dijajakan sebagai
oleh-oleh untuk pengunjung.
Selain nyekar ke makam Mbah Sunan Muria pengunjung bisa
juga menikmati sejuknya udara pegungunan di air terjun Montel, dan Air
Tigarasa Rejenu yang terletak di lereng timur Gunung Muria melewati desa Japan (semoga tentang ini nanti bisa membuat tulisan tersendiri).
Kopi Muria
Gunung Muria yang berada pada ketinggian 1.602 M dpl, cocok
untuk tanaman kopi. Bahkan Kopi Muria sudah terkenal sejak jaman Belanda. Pemerintah
kerajaan Belanda mempunyai area perkebunan kopi tersendiri di Gunung Muria ini,
yang dinamakan petak KNP (Kopi Next Pure)
dengan beslit (pengganti sertifikat tanah jaman dahulu ) atas nama kerajaan Belanda. Hasil dari kopi
dalam wilayah KNP ini dibawa langsung ke Belanda sebagai kopi kesukaan ratu
Belanda pada saat itu , yaitu Ratu Wihelmina.
Untuk melestarikan kekhasan Kopi Muria yang menjadi minuman
favorit Ratu Wihelmina, kelompok dawis “
Padhang Bulan” di desa Colo Gunung Muria pada tahun 2013 menciptakan brand kopi
dengan nama Kopi Muria Wihelmina. Dengan nama usaha Kali Gajah Inc.
Kopi Wihelmina merupakan kopi pilihan yang disortir
dengan ketat dan merupakan hasil dari tanaman kopi yang sudah berusia hingga
ratusan tahun, tetapi untuk tetap menghasilkan kopi yang berkualitas pohon kopi
yang sudah tua diremajakan kembali dengan cara okulasi, agar pohon-pohon kopi
tua bisa berbuah kembali. Buah kopi yang sudah berwarna merah cerah , yang tidak terlalu tua dan
tidak juga terlalu muda dipetik dan dikeringkan. Bila sudah kering disortir
kembali untuk memilih kualitas kopi yang
benar-benar bagus dan tidak kopong. Baru kemudian kopi digiling atau
diroaster untuk mendapatkan bubuk kopi yang harum dan rasa yang nikmat, seperti
yang telah diungkapkan oleh owner Kopi Muria Wihelmina Mas Shofil Fu”ad
Pranyoto.
Saya pun ikut merasakan nikmatnya Kopi Muria Wihelmina
sewaktu berkunjung ke studio sekaligus tempat produksi Kopi Muria ini. Namun sayang saya telat singgah sehingga
tidak bisa menyaksikan proses pembuatan kopinya. Padahal sewaktu hendak
turun ke ladang saya sudah mencium bau harum kopi yang sedang diroaster, namun saya
belum tahu kalau ternyata di tempat itu produsen Kopi Muria Wihelmina, jadi
saya memunda sainggah, dan mengurus padi di ladang lebih dahulu.
Kopi Muria Wihelmina
mempunyai 2 varian kopi, yaitu :
1) Kopi
Robusta dengan rasa khas agak pahit yang ditampilkan dalam 2 pilihan : Kopi
Muria Wihelmina Gold Grade A
dengan kualitas Gold yang benar –benar berasal dari biji kopi pilihan telah melalui sortir beberapa kali dan Kopi Muria Wihelmina Grade B yang
premium.
2) Kopi
Arabica dengan cita rasa yang agak asam, untuk para pecandu kopi tertentu.
Bahkan saat ini setiap masa panen kopi tiba Pemerintah
daerah Kabupaten Kudus menggelar acara
Tradisi Wiwit Kopi di lereng Muria. Yang merupakan wujud syukur kepada
Yang Kuasa panen kopi telah tiba dan hasil panen bagus.
Batik Muria “ Manjing Werni”
Melestarikan kekayaan alam dan tradisi bisa
dituangkan dengan menggunakan
cara berkesenian. Demikian juga yang dilakukan sekelompok anak muda yang
tergabung dalam dawis “PadhangBulan “ desa Colo Muria Kudus ini. Kekayaan alam Gunung Muria, dituangkan
menjadi motif pada selembar kain batik tradisional. Setelah mendapat bimbingan
dan kursus batik yang disponsori oleh Dinas Budaya dan Pariwisata, Dinas
Perindustrian dan pelatihan secara
mandiri hinggu bermunculanlah para creator-kreator batik di desa Colo Muria
Kudus ini. Pokdawis ‘PandhangBulan ‘ untuk pengembangan batik ini dikuasai oleh Mas
Tryan R. Soetardjo, Mbak Hikmawati Inaya dan Pak Teguh memciptakan brand Batik karya anak-anak muda desa Colo
Muria Kudus ini dengan nama “Batik
Manjing Werni” . Yang telah menjadi
andalan industri batik di kota Kudus.
Pada tahun 2014
didirikanlah studio batik ” Manjing Werni” di desa Colo lereng gunung Muria,
dan sejak tahun 2016 telah bekerja sama
dengan Sekolah MA NU R.Umar Saaid, sebagai ekstrakulikuler. Pengerjaan proses batik biasanya dikerjakan
oleh para alumni MA NU R. Umar Said.
Untuk design dikerjakan oleh Mas Tryan
R. Soetardjo dan Pak Teguh, sedang untuk pemasaran ditangani oleh Mbak
Hikmawati Inaya dan Mbak Ul.
Sampai sekarang berbagai motif batik Muria ‘ Manjing
Werni’ telah dikembangkan, melalui
proses kreatif dengan mengangkat filosofi sejarah dan potensi alam gunung
Muria. Motif yang khas dan unik yang hanya dipunyai oleh Batik Muria Manjing
Werni.
Seperti batik motif ‘ Gedhang Byar’ yang merupakan pisang
khas yang ada di Muria, memaknai keteguhan jiwa yang tak pernah pudar dalam
memperjuangkan cita-citanya. Karena pohon pisang Byar yang selalu tumbuh setiap
kali dipotong dan tidak akan layu sebelum berbuah.
Motif batik Parijoto, sebagai buah khas yang tumbuh di
gunung Muria. Buah yang bentuknya kecil-kecil berwarna ungi ini, baik dibuat
rujak untuk ibu-ibu yang sedang hamil. Karena dengan makan buah parijoto diharapkan anak yang dilahirkan
akan cantik dan bila laki-laki akan
tampan. Jadi diharapkan pemakai batik motif Parijoto akan selalu tampak
cantik dan keren.
Motif batik Naga Muria, terinspirasi dari bedug peninggalan Sunan Muria yang menggambarkan
sebagai toleransi umat beragama. Motif ini juga sebagai simbul pelindung. Naga
Muria dikombinasikan dengan motif tumbuhan yang ada dan tumbuh di sekitar
gunung Muria, yaitu tanaman Pakas Haji.
Ada juga batik
motif Plontang, yang merupakan burung
khas Muria yang diyakini sebagian masyarakan Muria sebagai burung mistis,
keberadaan burung Plontang pun sekarang sudah semakin langka. Dan untuk
mengabadikan keberadaan burung Plontang maka Motif ini diharapkan untuk
mengabadikan keberadaan burung Plontang agar anak cucu nanti mengetahui adanya
burung Plontang di gunung Muria.
Berbagai hasil bumi dari gunung Muria diabadikan menjadi
motif batik Manjing Werni ini, seperti
Batik Motif Kopi, yang mengangkat nama Muria kerena keharuman kopinya.
Batik motif pisang Mas, Batik Motif Pakis, Motif Kupu-kupu, Motif Macan Muria,
Motif Delima, dan Motif Jeruk Bali
diharapkan akan menjadi ciri khas ketradisionalan Muria, yang akan mengangkat nama Muria, dan
Kota Kudus pada umumnya.
Untuk pengerjaan selembar kain batik paling cepat untuk
proses membatiknya saja membutuhkan waktu seminggu. Belum proses gambar, dan
pewarnaan yang dilakukan 2 tahap bila warnanya lebih dari 4 atau 5 warna kain.
Kain Batik Manjing Werni diproduksi secara eksklusif,
karena setiap motif dibuat secara tulis, dan hanya diproduksi 4 atau 5 potong
saja. Bahkan atas permintaan pribadi 1 motif bisa diproduksi secara tunggal,
dan tidak akan diproduksi lagi tanpa permintaan pemesan yang sudah menjadi hak
patennya. Kain Batik ini per lembar
dibandrol dengan harga antara 180.000 sampai 1 juta rupiah, tidak mahal bukan,
untuk memiliki sebuah karya seni yang mengangkat ketradisionalan dan filosofi
Muria yang tertuang pada selembar kain Batik Manjing Werni.
Bincang-bincang
terpaksa kami hentikan karena azan Sholat Jum”at sudah berkumandang.
Kami pun singgah ke tempat saudara dan lagi-lagi disuguhi Kopi Muria buatan
sendiri dan jeruk Bali atau jeruk Pamelo yang menjadi ciri khas Gunung Muria.
Sampai jumpa di tulisan-tulisan yang mengangkat
ketradisioanalan Kota Kudus Lainnya
Kudus, 25 September 2018
Mbaaaa, aroma kopinya perlahan sampai ke sini, dan bikin kangen masa kecil, dulu di belakang rumah mama saya ada pohon kopi, yang kalau berbuah, suka saya petik dan dijilatin kulitnya yang manis hehehe
ReplyDeleteAroma kopi dan bunga kopi sungguh sangat ngangeni. Kopi buatan mama dari hasil panen sendiri tentu rasanya sungguh luar biasa nikmatnya daripada kopi saset. Iya.. biji kopi yg sudah memerah buahnya manis juga, waktu dulu madih punya kebun kopi di lereng Muria, sering juga ikut memanen. Ayuk kapan2 KPK ngopi di Muria..
DeleteTerima kasih singgahnya Mas Rey. Selamat pagi. .
kopinya sepertinya menggoda ya mba
ReplyDeleteiya...Mbak Inna, Kopi muria kata pecinta kopi memang gituuh, nikmatnya bikin nagih..Terima kasih udah singgah ya Mbak..
Delete